Jumat, 02 November 2012

Gaharu; Teknik Budidaya & Rekayasa Produksi Untuk Hasil Lebih Cepat dan Berlimpah

Indonesia telah dikenal sebagai salah satu Negara penghasil Gaharu didunia, karena mempunyai lebih dari 25 jenis pohon penghasil Gaharu yang tersebar di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Gaharu merupakan Komoditi elit hasil hutan bukan kayu yang saat ini masih banyak diminati oleh konsumen,baik dalam negeri maupun luar negeri.

Dilihat dari wujudnya, Gaharu merupakan gumpalan berbentuk padat, warnanya coklat kehitaman sampai hitam dan berbau harum (jika dibakar) yang terdapat pada bagian kayu atau akar dari jenis tumbuhan penghasil gaharu yang telah mengalami proses perubahan kimia dan fisika akibat terinfeksi oleh sejenis jamur. Oleh sebab itu tidak semua tumbuhan penghasil gaharu menghasilkan gaharu. Beberapa jenis tumbuhan penghasil gaharu potensial antara lain : Aqualaria spp., Aetoxylon sympetallum, Gyrinops, dan Gonystylus.
Pemanfaatan gaharu di Indonesia oleh masyarakat terutama di pedalaman Sumatera dan Kalimantan berlangsung puluhan dan bahkan ratusan tahun yang lalu. Secara tradisional gaharu dimanfaatkan antara lain dalam bentuk dupa untuk upacara ritual dan keagamaan. Pengharum tubuh dan ruangan, bahkan kosmetik dan obat-obatansederhana. Saat ini pemanfaatan gaharu telah berkembang demikian meluas antara lain untuk parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, bahan obat-obatan yang memiliki khasiat sebagai anti asmatik, anti mikroba dan stimulant kerja syaraf dan pencernaan.
Sampai saat ini gaharu yang tersebar di pasaran di dalam dan di luar negri masih berasal dari alam dengan kualitas kandungan resin yang sangat bervariasi.
Di pasaran lokal (dalam negeri) kualitas gaharu di kelompokan dalam 6 (enam) kelas mutu yaitu (1) SUPER (super king, super A, super AB); (2) Tanggung (3) kacangan (kacangan A, B dan C); (4) Teri (teri A, B, C, teri kulit A, B); (5) Kemedangan (A,B,C) (6) Sloan. Pengelompokan kelas mutu gaharu tersebut berbeda dengan Standar Nasional Indonesi (SNI) yaitu kelas Gubal, Kemedangan dan kelas Abu. Penetapan kelas mutu tersebut seringkali merugikan pihak pencari gaharu/pedagang pengumpul kerena tidak didasari oleh kriteria yang jelas.
Meningkatnya perdagangan gaharu sajak tiga dasawarsa terakhir ini telah menimbulkan kelangkaan produksi gubal gaharu dari alam. Berdasarkan informasi, harga gaharu kualitas super di pasaran lokal Samarinda, Kalimantan timur mencapai Rp.15.000.000,- s/d Rp.30.000.000,-, di susul kualitas tanggung dengan harga rata-rata Rp.10.000.000,-, kualitas kacangan dengan harga rata-rata  Rp.7.500.000,-, kualitas teri (Rp.5.000.000,- s/d Rp.7.000.000,-), kualitas Kemedangan (Rp.250.000,- s/d Rp.4.000.000,-) dan suloan (Rp.25.000,-).
Akibat dari pola pemanen yang berlebihan dan perdagangan gaharu yang masih mengandalkan pada alam tersebut, maka jenis-jenis tertentu misalnya Aquilaria danGyrinops saat ini sudah tergolong langka, dan masuk dalam lampiran Convention on International trade on Endangered Species of Flora and Fauna (Appendix II CITES). Guna menghindari agar tumbuhan gaharu di alam tidak punah dan pemanfaatannya dapat lestari maka perlu upaya konservasi, baik in-situ (dalam habitat) maupun ek-situ (di luar habitat) dan budidaya serta rekayasa untuk mempercepat produksi gaharu dengan teknologi induksi (inokulasi). Oleh karena itu maka pengembangan budaya gaharu ke depan selain untuk konservasi juga sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat,  pemerintah daerah dan devisa bagi negara.
Teknik Budidaya
Pada saat ini teknik budidaya tanaman penghasil gaharu telah dikuasai dengan baik dari mulai kegiatan perbenihan, persemaaian, penanaman dan pemeliharaannya. Adapun beberapa faktor yang harus  di perhatikan dalam kegiatan budidaya pohon penghasil gaharu adalah sebagai berikut:
Persyaratan Tumbuh
Untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal, pohon penghasil gaharu perlu ditanam pada kondisi yang sesuai dengan tempat tumbuhnya di alam. Tempat tumbuh yang cocok untuk tanaman penghasil gaharu adalah dataran rendah, lereng-lereng bukit sampai ketinggian 750 meter di atas permukaan laut.
Jenis Aquilaria tumbuh sangat baik pada tanah-tanah liat (misalnya podsolik merah kuning), tanah lempung berpasir dengan drainase sedang sampai baik. Tipe iklim A-B dengan kelembaban sekitar 80%. Suhu udara antara 22-28 derajat Celsius dengan curah hujan berkisar antara 2.000 s/d  4.000 mm/tahun. Lahan tempat tumbuh yang perlu dihindari adalah : (1) lahan yang tergenang secara permanen, (2) tanah rawa (3) lahan dangkal (yang mempunyai kedalaman kurang dari 50 cm), (4) pasir kuarsa, (5) lahan yang mempunyai pH kurang dari 4,0.
Pembibitan
Bibit tanaman penghasil gaharu dapat di kembangkan melalui generatif dan vegatatif. Melalui generatif dilakukan dengan cara memanfaatkan potensi benih yang sudah masak dengan mengunduh biji atau benih yang jatuh dari pohon induk atau anakan (cabutan). Benih tanaman penghasil gaharu termasuk biji yang relaksitran, yaitu biji yang cepat menurun kadar airnya sehingga mempengaruhi daya kecambahnya. Oleh karena itu apabila benih sudah di dapat, disarankan agar segera dilakukan penyemaian tanpa harus di tunda-tunda.
Persemaian bibit penghasil gaharu dapat juga dibuat skala misal melalui stek pucuk, stek batang dan kultur jaringan. Setiap teknik perbanyakan akan mempunyai konsekuensi biaya produksi bibit.
Untuk perbanyakan stek pucuk, pengambilan bahan stek dapat barasal dari kebun pangkas atau bibit tanaman. Bahan stek yang baik adalah tunas yang tegak (autotrof) yang secara fisiologis muda, batangnya berkayu dan mempunyai jumlah ruas (nodum) lebih dari dua. Dengan penambahan hormon tertentu (yang berfungsi untuk meningkatkan kemampuan stek berakar dan mempercepat proses pertumbuhan akar) maka bahan stek telah siap di tanam pada bak pengakaran. Agar stek dapat berkembang menjadi bibit perlu pemeliharaan yang intensif meliputi penyediaan media yang sesuai, kelembaban yang tinggi, suhu udara dan cahaya yang cukup. Pemeliharaan dapat berlangsung sampai bibit siap tanam yaitu antara 6 s/d 8 bulan.
Pada tahap awal di persemaian, semua jenis bibit penghasil gaharu memerlukan naungan yang cukup (seperti halnya kelompok jenis Meranti). Untuk mempercepat pertumbuhannya, bibit penghasil gaharu dapat diinokulasi oleh cendawan mikoriza arbuskula (CMA) sejak dini di persemaian.
Penanaman
Penanaman bibit penghasil gaharu dapat dilakukan  secara agroforesty (tumpangsari) dengan tanaman jagung, singkong, pisang atau tanaman di sela-sela tanaman pokok yang telah tumbuh terlebih dahulu, seperti karet, akasia, sengon, kelapa sawit, dan lain-lain. Pada tahap awal pertumbuhan di lapang bibit penghasil gaharu memerlukan naungan. Dengan mengatur jarak tanam yang tepat, maka tanaman penghasil gaharu tidak akan mengganggu pertumbuhan tanaman pokok.
Apabila tanaman penghasil gaharu akan ditanam pada hamparan lahan yang luas dan masih kosong, maka jarak tanam dapat dibuat 3 m x 5 m, 4 m x 4 m atau 5 m x 5 m. Waktu penanaman di usahakan pada musim hujan agar bibit mendapatkan air yang cukup pada awal pertumbuhannya. Media tanam dapat berupa tanah dan kompos. Pada setiap lubang tanam di anjurkan untuk di berikan pupuk kompos minimum 1 kg setiap lubang. Pada tahap ini perlu diperhatikan mengenai pencegahan gangguan hama dan penyakit pada akar.
Pemeliharaan
Tanaman penghasil gaharu pada umur 1-3 tahun perlu dipelihara secara intensif, terutama mengurangi gangguan dari gulma. Karena tanaman penghasil gaharu telah bermikoriza, maka penggunaan pupuk kimia dapat diminimalisir. Setelah tanaman berumur 4-5 tahun, barulah tanaman penghasil gaharu siap untuk diinduksi secara buatan dengan menggunakan jamur pembentuk gaharu.
Jamur Pembentuk Gaharu
Sejumlah isolat jamur hasil eksplorasi dari berbagai daerah di Indonesia telah diidentifikasi berdasarkan ciri morfologis untuk mengetahui keanekaragaman jenisnya. Hasil identifikasi menunjukan bahwa sebagian besar isolate yang di peroleh merupakan genus Fusarium dan isolate dari genus Cylindrocarpon.
Saat ini terdapat sekitar 23 isolat jamur jenis Fusarium yang telah di isolasi dari 17 provinsi di Indonesia dan di uji coba pada berbagai jenis tanaman penghasil gaharu di pulau Bangka, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Jawa Barat dan Banten. Ada 4 isolat jamur pembentuk gaharu yang telah teruji dan membentuk infeksi gaharu dengan cepat. Uji coba lebih lanjut ke 4 jamur tersebut telah dilakukan di beberapa tempat antara lain : Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, dan Jawa Barat (Sukabumi dan Dramaga) dan Banten (Carita). Dalam waktu satu bulan saja, tanaman penghasil gaharu yang telah diinokulasi dengan jamur pembentuk gaharu di atas telah menunjukan tanda-tanda keberhasilan.
Rekayasa Produksi
Tahapan rekayasa produksi gaharu secara buatan melalui beberapa proses sebagai berikut :
1.
Isolasi jamur pembentuk. Isolate jamur pembentuk di ambil dari jenis pohon penghasil gaharu sesuai jenis dan ekologi sebaran tumbuh jenis pohon yang di budidayakan.
2.
Identifikasi dan skrining. Isolate jamur pembentuk di identifikasi berdasarkan taksonomi dan morfologinya. Proses skrining dilakukan dengan menggunakanpostulat Koch untuk memastikan jamur yang memberikan respons pembentuk gaharu, memang berasal dari jamur yang diinokulasi.
3.
Teknik perbanyakan inokulum. Biakan murni jamur pembentuk gaharu dapat di perbanyak pada media cair dan media padat.di perlukan keterampilan khusus dalam memperbanyak jamur agar proses kemurnian dan peluang masing-masing jenis jamur pembentuk gaharu akan memberikan respon yang berbeda apabila di suntik pada jenis pohon penghasil gaharu yang berbeda.
4.
Teknik induksi. Teknik induksi jamur pembentuk gaharu dilakukan pada batang pohon penghasil gaharu. Reaksi pembentukan gaharu akan dipengaruhi oleh daya tahan inang terhadap induksi jamur dan kondisi lingkungan. Respon inang ditandai oleh perubahan warna coklat setelah beberapa bulan disuntik. Semakin banyak jumlah lubang dan inokulum di buat maka semakin cepat pembentukan gaharu terjadi. Proses pembusukan batang oleh jamur lain dapat terjadi apabila teknik penyuntikan tidak dilakukan sesuai prosedur.
5.
Pemanenan. Pemanenan gaharu dapat dilakukan minimum satu tahun setelah proses induksi jamur pembentuk gaharu. Apabila ingin mendapatkan produksi gaharu yang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, maka proses pemanenan dapat dilakukan 2-3 tahun setelah proses induksi jamur. Untuk sementara produksi gaharu buatan yang di panen setelah 3 tahun beberapa pada kelas mutu 2 (SNI) dengan harga jual US $ 800 per kg.

Source : Sulistyo A. siran, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

1 komentar:

  1. Saya punya kayu gaharu dan galih/ gubalnya, jenis aquilaria malacensis..insyalloh tidak kecewa, smntara masih glondongan untk lbih myakinkan pembeli, saya berminat segra menjualnya,smntara ada 2 kuintal, gubalnya masih didalam glondongan kayu, dan insyalloh kalo ini segra terjual saya mash mmpunyai stok yang super, saya BERNIAT MENJUALNYA SEGERA, BAGI YANG BERMINAT SEGRA HUBUNGI SAYA,
    Hubungi saya..bustamin batam, 082393992448


    Saya punya kayu gaharu dan galih/ gubalnya, jenis aquilaria malacensis..insyalloh tidak kecewa, smntara masih glondongan untk lbih myakinkan pembeli, saya berminat segra menjualnya,smntara ada 2 kuintal, gubalnya masih didalam glondongan kayu, dan insyalloh kalo ini segra terjual saya mash mmpunyai stok yang super, saya BERNIAT MENJUALNYA SEGERA, BAGI YANG BERMINAT SEGRA HUBUNGI SAYA,
    Hubungi saya.. bustamin batam, 082393992448 saya

    BalasHapus